Assalammualaikum Wr. Wb.
Syallom!
Kepada Yth : Bapak Jokowi Presiden RI
Bapak Presiden Republik Indonesia yang terhormat, tentunya Anda sudah melihat sendiri pergolakan penolakan Mahasiswa dan Rakyat Indonesia mengenai kenaikan BBM yang Bapak umumkan beberapa hari kemarin. Sudah banyak darah tertumpah ruah di jalan-jalan kota, kabupaten, bahkan desa, dan juga aksi mogok, dan lain sebagainya.
Maka izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Herman Dunggio, saya sebagai salah salah satu aktivis dari salah satu Universitas Islam di Gorontalo yang menolak kebijakan penaikan harga Bahan Bakar Minyak. Saya dan rekan-rekan seperjuangan menolak kebijakan yang Bapak buat ini! Bukan karena kami tidak mampu membeli BBM. Kami berorasi dalam aksi, menulis berbagai kritikan lewat media sosial baik juga media masa, karena kami melihat bahwa ada yang salah dengan pengambilan solusi yang Bapak buat.
Presiden Joko Widodo yang terhormat dan berwibawa. Saya dan seluruh mahasiswa Indonesia sangat paham tentang pandangan bahwa subsidi tahun-tahun kebelakang sangat salah sasaran. Namun, penaikan harga BBM bukanlah sebuah kebijakan yang solutif. Karena setahu saya solusi itu tidak akan menimbulkan permasalahan baru. Adanya pergerakan aksi-aksi mahasiswa dan rakyat yang massive dan terorganisir adalah bukti bahwa kebijakan ini belum bisa menjadi solusi. Harga-harga melambung tinggi, beberapa pedagang yang saya datangi, mengaku terpaksa berhutang dulu untuk modal berjualan di esok hari.
Pak Jokowi yang terhormat, berikut adalah gagasan saya, agar benar harga di pasar terkendali, serta subsidi BBM bisa tepat sasaran:
1. SPBU di kota/kabupaten tidak lagi menyediakan BBM bersubsidi. sehingga memaksa kendaraan pribadi untuk menggunakan BBM non subsidi.
2. Dibuatnya regulasi DP kendaraan bermotor minimal 40-50% serta kenaikan pajak kendaraan secara berkala namun significant. Agar jelas siapa kalangan mampu dan tidak mampu, serta dapat mengesampingkan kalangan abu-abu.
3. Dibangunnya SPBU khusus subsidi yang hanya diperuntukkan kendaraan umum, kendaraan angkut pasar, dll. Sehingga benar-benar terkontrol siapa saja yang berhak akan BBM bersubsidi, dan mempermudah akses perdagangan pasar tradisional serta angkutan umum perkotaan dalam menerima subsidi yang bisa dinikmati rakyat kecil. Dengan begitu, maka akan sangat mendorong rakyat perkotaan menggunakan sarana transportasi umum.
Yang terhormat Pemimpin rakyat, saya bukanlah ahli matematika dalam ekonomi, apalagi mahasiswa yang bisa keluar-masuk luar negeri karena biaya beasiswa dari pemerintah dan jika ada tirani di negeri ini kerjaannya hanya diam saja. Maka dengan begitu, tentunya staff ahli kepresidenan akan lebih compatible dalam perhitungan spekulasi ini. Namun perkiraan saya, maka kenaikan BBM bisa ada jalan kelur dan pembangunan bisa lebih massive tanpa perlu ada yang dikorbankan.
Pak Jokowi yang terhormat, kemudian mengenai pernyataan menteri keuangan Sri Mulyani tentang kuota BBM bersubsidi yang akan habis akhir September 2022. Menurut kami pernyataan ini sangat disayangkan.
Seolah-olah, kalau harga BBM bersubsidi tidak naik maka kuota BBM bersubsidi akan segera habis, dan sebagai konsekuensi publik tidak bisa mendapat BBM bersubsidi lagi. Jadi harus beralih ke BBM lain, dalam hal ini, Pertamax yang harganya jauh lebih tinggi.
Kalau publik tidak mau beralih ke Pertamax, maka mau tidak mau harus setuju dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Kalau harga naik, maka pemerintah bisa menyediakan tambahan stok BBM bersubsidi.
Kalau ini sampai terjadi, pemerintah patut diduga kuat telah melanggar hak konstitusi rakyat untuk mengkonsumsi produk BBM, dalam hal ini Pertalite dan Solar. Pemerintah tidak bisa membatasi jumlah konsumsi masyarakat, apalagi meniadakan barang yang seharusnya ada, hanya karena perbedaan harga: kalau harga naik, barang ada!
Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, realisasi kuota BBM bersubsidi pada kenyataannya sudah sering terlampaui dibandingkan dengan anggaran. Tetapi selama ini tidak menjadi masalah, masyarakat tetap dapat membeli dan konsumsi BBM bersubsidi tersebut.
Pernyataan ini sangat berbahaya, terdengar atau terkesan seperti bernada ancaman. Seolah-olah, kalau harga BBM bersubsidi tidak naik maka kuota BBM bersubsidi akan segera habis, dan sebagai konsekuensi publik tidak bisa mendapat BBM bersubsidi lagi. Jadi harus beralih ke BBM lain, dalam hal ini, Pertamax yang harganya jauh lebih tinggi.
Kalau publik tidak mau beralih ke Pertamax, maka mau tidak mau harus setuju dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Kalau harga naik, maka pemerintah bisa menyediakan tambahan stok BBM bersubsidi.
Singkatnya, kalau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, maka denagai konsekuensi tidak bisa lagi mendapatkan BBM bersubsidi (karena kuota habis), dan silakan beralih ke Pertamax. Kalau mau BBM bersubsidi, maka silakan setujui kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Bukankah seperti itu?
Kalau ini sampai terjadi, pemerintah patut diduga kuat telah melanggar hak konstitusi rakyat untuk mengkonsumsi produk BBM, dalam hal ini Pertalite dan Solar. Pemerintah tidak bisa membatasi jumlah konsumsi masyarakat, apalagi meniadakan barang yang seharusnya ada, hanya karena perbedaan harga: kalau harga naik, barang ada!
Perlu dicatat, bahwa anggaran subsidi BBM di dalam APBN hanya merupakan angka perkiraan, berdasarkan asumsi-asumsi tertentu. Jadi, bukan merupakan sebuah angka yang pasti, di mana realisasinya harus sama dengan anggaran.
Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, realisasi kuota BBM bersubsidi pada kenyataannya sudah sering terlampaui dibandingkan dengan anggaran. Tetapi selama ini tidak menjadi masalah, masyarakat tetap dapat membeli dan konsumsi BBM bersubsidi tersebut.
Maka dengan ini, Menteri Keuangan perlu diingatkan! Bahwa APBN memberi fleksibilitas, bahwa realisasi dapat berbeda dengan anggaran. Pasal 16 ayat (3) UU APBN mengatur: Anggaran untuk Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro, perubahan parameter, dan-atau pembayaran kekurangan subsidi tahun-tahun sebelumnya.
Maka dari itu, Menteri Keuangan tidak sepatutnya mengatakan kepada publik hal yang diduga bertentangan dengan UU APBN, yang terkesan atau terdengar seperti bernada ancaman.
Serta mengenai kebijakan infrastruktur kota serta pembangunan di negara ini, “mohon maaf” lebih baik tidak dilakukan selama harga BBM naik dan kebutuhan pokok di pedalaman masih berkali lipat. Lebih baik tidak dilakukan selama masih banyak anak-anak di perbatasan yang tidak berpendidikan dan kelaparan. Lebih baik tidak dilakukan selama masih ada petani dan nelayan yang belum mendapat jaminan kesehatan. Tolong Pak! Mohon diindahkan surat terbuka ini. Jikapun surat ini tidak sampai dikedua bola mata Bapak, setidaknya aspirasi-aspirasi dari teman-teman saya, para Mahasiswa Indonesia yang turun ke jalan hari ini. Bisa Bapak dengarkan suara mereka tanpa harus ada lagi darah yang tertumpah di jalanan. Mohon Pak!
Sekian dari saya, semoga Bapak Jokowi berkenan mempertimbangkan. Serta segera mencabut harga kenailan BBM.
Bolmut, Sulawesi Utara, 09 September 2022.